Batik shibori berasal
Jepang. Banyak orang di Indonesia yang menganggap batik shibori ini sama dengan
batik ikat celup jumputan. Namun kedua batik itu berbeda. Mulai dari teknik
pengerjaannya sampai serat kain dan warna yang dihasilkan.
Hal itu disampaikan Siti Fatimah, owner Griya Amirah yang hadir sebagai
mentor creative industry intermediate
Pahlawan Ekonomi, di Kaza City Mall, Minggu (5/5/2019).
Dia lantas menjelaskan, teknik itajime batik
shibori yang dia ajarkan kali ini adalah teknik kombinasi seni melipat kertas
origami dipadukan dengan teknik pewarnaan tie dye.
“Setelah kain dilipat kain diberi warna. Intinya,
teknik itajime ini adalah teknik membuat kain batik dengan cara dilipat dengan
bentuk persegi tiga, persegi empat, bulat dan lain sebagainya lalu diwarnai
dengan teknik tie dye,” tegasnya.
Kata Siti, setelah kain diwarnai, teknik
penjemuran juga sangat berbeda dengan kain batik kebanyakan. Biasanya kain
dijemur secara vertikal dan bukan dijemur dengan posisi horizontal.
“Jika dijemur
secara vertikal pewarnaan tidak luntur. Namun, jika penjemuran dilakukan dengan
cara horizontal, warnanya bisa luntur,” urai Siti.
Setelah melalui proses penjemuran, imbuh dia, kain
tersebut masuk dalam tahapan mencanting. Menurut Siti, tahapan ini dilakukan
untuk menjadikan kain baik hasil kombinasi antara batik canting, itajime dan shibori.
“Rata-rata waktu yang dibutuhkan membuat satu potong kain batik ini sekitar seminggu. Untuk satu lembar kain ini dihargai minimal Rp 250 ribu per potong,” ujarnya. (wh)